Wednesday 20 November 2013

wanita dalam dua warna

Wanita,

Adalah sosok yang sering ditempatkan sebagai obyek. Dalam banyak peradaban, wanita lebih sering ditempatkan sebagai kasta kedua setelah laki-laki. Pula diperkuat oleh konsensus sosial pun oleh beberapa agama. Akibatnya, ia lebih sering menjadi obyek. Dalam budaya jawa misalnya, istri adalah 'kanca wingking': teman belakang, hanya urusan sumur, dapur, dan ranjang semata.
Selama berabad-abad posisi ini langgeng, lebih tepatnya dilanggengkan, oleh ketidakberdayaan dan ketidakpeduliannya sendiri, pun oleh dominasi laki-laki yang nyaman dengan status 'penguasa'. Maka tak heran, takkala media ramai membahas prostitusi dan lokalisasi, wanita hampir selalu ditempatkan sebagai obyek. 
Obyek dikodratkan untuk kehilangan hak membela diri. Tatkala ada birahi pria yang menjadi unsur permintaan dalam transaksi seksual, unsur penawaran dari wanita lah yang dipersalahkan: si penggoda. Juga hampir semua orang menjadi tutup mata terhadap hukum sederhana transaksi: adanya permintaan dan penawaran. Tak mungkin ada transaksi tanpa dua unsur ini, tapi...semua beramai-ramai mengutuk unsur penawaran.
Maka jadilah, demi melindungi 'kesucian' masyarakat, solusi atas prostitusi selalu pada bagaimana mengilangkan unsur penawaran. Birahi lelaki? Tak seksi untuk disalahkan.


Adalah sosok yang oleh banyak orang disebut sebagai puncak keindahan ciptaan - bagi para theis yang percaya penciptaan tentunya. Pun dalam dunia pengabadian gambar, wanita adalah keindahan yang selalu menarik untuk diabadikan. Namun pada kenyataanya, adalah sebuah kemustahilan untuk mengabadikan keseluruhan cerita keindahan wanita dalam hitungan sepersatu detik. Alih-alih ingin mengabadikan kenyataan, kita justru terjebak untuk menangkap kisah-kisah artifisial.

dan inilah wanita, dalam dua warna....







Data gambar:
Kamera: Nikon FG, Fujca MPF 105
Lensa: Nikon 200mm F 4.0, EBC Fujinon 55mm F 1.8
Film: Lucky SHD ASA 100 
Developer: MMF
Fixer: Acifix