Thursday 19 September 2013

Jakarta Railway Project: Hit & Run! (part 2)

Sebenarnya, rencana menulis project ini menjadi 2 part bukan karena saya sudah punya dua cerita untuk diceritakan. Saya bukan tipe orang yang bisa menyusun rapi rencana tulisan. Termasuk dalam blog ini, saya menggunakan metode Jembatan Imaji. Apa itu metode Jembatan Imaji? Istilah yang super keren ini ditemukan oleh........saya sendiri sekitar 5 detik sebelum kalimat ini tertulis. hehehe...Saya bingung menamainya metode apa,,intinya adalah, dari foto-foto yang saya tangkap saya akan menulis apa saja yang terlintas dari benak saya secara spontan terkait obyek foto maupun terkait metode pengambilan foto.
Oke sebentar ya, saya googling dulu adakah istilah jembatan imaji di internet...takut melanggar hak cipta..hehehe...maaf ya jika ada pemiliknya, saya pinjam pakai...
Syukurlah, tampaknya tak ada..

Masih seputar kereta api, gerbong, lokomotif, stasiun, dan transportasi massa, lahirlah pemikiran-pemikiran acak-spontan yang terlintas dari metode jembatan imaji tersebut:

1.  Waktu itu, saya duduk di gerbong yang lumayan padat pada rute pulang dari Stasiun Tanah Abang menuju Pondok Ranji. Hari Minggu di stasiun Tanah Abang akan banyak kita temui rombongan ibu-ibu yang akan pergi atau pulang dari belanja di pusat tekstil Tanah Abang. Pun juga dengan hari itu. Saya memandang berkeliling, pada deretan penumpang duduk terlihat sepasang suami istri, ibu-ibu, bapak tua, dan beberapa orang yang saya tak ingat detailnya. Mata saya segera tertuju pada pemandangan yang paling mencolok (karena tampak kontras): seorang pemuda berpakaian khas anak muda pemuja kebebasan: baju hitam, lengan bertato, celana jeans ketat sobek di beberapa bagian, sepatu boots, kalung dan gelang besi, dan pierching di beberapa bagian tubuh (saya sebut dia si metal). Di sisi lain saya lihat dua orang pemuda yang 'berbeda visi' dengan pemuda tadi: rambut rapi, badan bebas tato, dan  memakai pakaian keagamaan lengkap (saya sebut mereka duo alim). Di gerbong kami ada seorang ibu tua berdiri. Alih-alih langsung memberikan kursi, saya iseng mengadakan test kepekaan sosial: saya tunggu beberapa menit, di antara dua golongan tadi, siapa yang akan memberikan kursinya kepada si ibu tua. Ada yang bisa menebak? Jika yang memberikan kursi adalah duo alim, tentu ini bukan sebuah kejadian yang ganjil. Kejadian biasa. Sudah bisa diprediksi lah.  Jadi, yang memberikan kursi kepada ibu tua adalah si metal...
Itukah tebakan Anda?
Setelah menunggu selama beberapa menit, ternyata tidak ada yang memberikan kursi kepada si ibu tua, baik si metal maupun duo alim. Apa kesimpulannya...jadi ternyata,,tingkat kepekaan sosial berbanding bla bla bla...silakan simpulkan sendiri..hehehe...

2. Berbicara tentang transportasi massal, tak akan lepas dari pembicaraan mengenai maraknya pembangunan jalur-jalur tol baru, pembangunan monorail, serta naiknya produksi kendaraan bermotor roda dua dan roda empat. Okey, roda lima plus ban cadangan hehe..Saya bayangkan, (secara logika sederhana saja tanpa riset mendalam tentunya) seandainya pembangunan jalur-jalur tol baru digantikan dengan pembangunan jalur kereta dalam kota yang banyak, niscaya jumlah orang yang menggunakan transportasi massal meningkat. Alasannya: jalur kereta terdedikasi (bebas macet), kereta relatif lebih on time, jumlah penumpang yang diangkut banyak, dan saya rasa luas ruang  yang diperlukan untuk membangun jalur kereta dan jalur tol relatif sama. Pembangunan jalur-jalur tol memancing penggunaan kendaraan pribadi meningkat, sedangkan pembangunan jalur-jalur kereta dalam kota memancing pemakaian transportasi massal. Tapi mengapa sang pemegang keputusan lebih memilih pembangunan jalan-jalan tol dan meluncurkan proyek Low Cost Green Car (mobil murah bercat hijau hehe) itu? Bahkan, saat ini kita belum punya akses kereta menuju bandara internasional Soeta!
Lalu saya bayangkan lagi....jika saya membangun jalur kereta dalam kota,,,yang berkepentingan ke 'tumpeng' saya tersebut hanyalah operator/produsen kereta api (hanya satu yang dominan, BUMN pula). Mungkin akan lain cerita jika saya bangun jalan-jalan tol dan meluncurkan proyek mobil murah bercat hijau.....

Depok
masih ada senyum di tiap perlombaan hidup

tenang nak, kugandeng kamu
siapa sudi?

taman bermain kita sekarang dipagari
di antara

path

tak ada pintu, kupanjat saja
Data gambar:
Kamera: Fujica MPF 105
Lensa: EBC Fujinon 55mm 1.8
Film: Lucky SHD 100 B&W
Developer: Micro MF
Fixer: Acific


2 comments: