Saturday 14 September 2013

Jakarta Railway Project: Hit & Run! (part1)

Jika ada orang yang selalu kagum dengan rel, kereta api, atau lokomotif, maka saya adalah salah satunya. Oleh karena itu, dua minggu yang lalu lalu saya menyempatkan diri menikmati commuter line yang menjadi andalan masyarakat Jabodetabek, khususnya para pekerja. Lalu pikir saya, "kenapa tidak sekalian saya bawa kamera film saya untuk mengabadikan perjalanan ini?"

Dan jadilah "Jakarta Railway Project: Hit & Run!"

Rencana awalnya, saya akan membeli tiket dari stasiun utama (Tanah Abang atau Manggarai) ke stasiun-stasiun ujung, lalu berhenti di setiap stasiun yang dilewati untuk mengambil gambar. Tapi apalah daya, kereta tidak datang setiap 5 menit seperti di negara tetangga sehingga jika saya memakai metode ini, waktu saya akan habis terbuang menunggu kereta berikutnya.
Maka jadilah saya mengambil gambar tanpa berganti kereta, bahkan di beberapa  stasiun, saya tidak sempat keluar dari gerbong kereta sama sekali. Maklum, kereta kadang hanya berhenti kurang dari 10 detik.

Ternyata tidak gampang. Berikut kesulitan yang bagi saya sekaligus membuat penasaran:
1. Kamera dan lensa tdk bermotor, alhasil fokus harus dilakukan secara manual :(
2. Metering kamera ternyata tidak begitu normal, maklum kameranya lebih tua dari si empunya :)
3. Di beberapa stasiun kereta hanya berhenti kurang dari 10 detik:
4. Saya awam dengen street photography. Sulit sekali menemukan momen.
5. Di beberapa stasiun, memotret harus ada izin dari kepala stasiun. Ini alasan saya mengapa menggunakan metode hit&run : sebelum ditegur petugas, saya masuk kereta lagi dan kabur...hehehe.

**O iya, sampai saat ini saya masih belum paham mengenai aturan mengambil gambar di area umum: taman, terminal, stasiun, jalan dll. Apakah ada privasi individu yang dilanggar jika saya mengambil gambar di sana (yang notabene adalah area publik)? Selama saya tidak mengganggu aspek keamanan dan ketertiban, haruskah saya meminta izin (tentu berbeda jika saya bermain handphone di pesawat terbang bukan)? Sedih juga dengan beberapa petugas/pengelola (?) tempat umum yang memungut uang kebersihan/uang perizinan/uang keamanan atau apapun istilahnya, kepada mereka yang mengambil gambar-terutama terhadap pengguna kamera DSLR (lalu apa bedanya dengan mengambil gambar menggunakan kamera handphone yang bebas-bebas saja)?**


Sebuah kebetulan pula, hari itu saya membuat janji untuk membeli film secara COD  di stasiun Rawa Buntu (dekat stasiun akhir Serpong). Maka jadilah saya mengambil Rute: Pondok Ranji-Rawa Buntu-Tanah Abang-Depok-Tanah Abang-Pondok Ranji. Beruntunglah saya memilih hari Minggu, kondisi commuter line cenderung lengang, kecuali di Tanah Abang tentunya (Ya, selalu penuh dengan rombongan ibu-ibu belanja pakaian!)

Dan inilah beberapa potongan visual yang bisa saya ambil....

karena di sisi sana terlalu mainstream..

reklame kecepatan tinggi

tenang sayang, kulindungi kamu dari tukan foto aneh itu!

kereta sudah berasap, segera naik!

aku selalu tertunduk kelu di hadapan wanita, meskipun hanya gerbongnya...

yang mana saya tidak tahu itu rambu apa saudara-saudara...

yang lama janagn dilupakan

Dipo Lokomotif

Stasiun Tanah Abang: selalu ramai di hari minggu sekalipun

Ayah, itu ibu kah? // Bukan nak..

kosong

memilih gerbong

terik

tidak benar-benar buntu

Keterangan gambar:
Kamera: Fujica MPF 105
Lensa : EBC Fujinon 55mm 1.8
Film : Lucky SHD 100
Developer : Micro MF
Fixer: Acifix



2 comments:

  1. Weh,
    Bahasa gambarmu 'features' mbanget Bro ...
    Good Job !

    ReplyDelete
  2. makasih masbro...hehe...
    *tertawa sambil buka google translate cari artine features...

    ReplyDelete